Jumat, 31 Oktober 2014

Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia



Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia

1. Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Kehidupan  beragama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk kalian sebagai pelajar. Setiap awal pelajaran kalian tentunya selalu dipersilakan untuk berdoa berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing. Begitupun ketika berada di lingkungan keluarga atau masyarakat, kalian dapat melakukan berbagai kegiatan keagamaan dengan nyaman, aman dan tertib. Hal itu semua, dikarenakan di negara kita sudah ada  jaminan akan kemerdekaan beragama dan kepercayaan yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.
   
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, dan dalam hal ini tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa pun yang mengandung paksaan atau menyuruh  penganutnya untuk memaksakan agamanya kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama. Setiap orang memiliki kemerdekaan beragama, tetapi apakah boleh kita untuk tidak beragama? Tentu saja tidak boleh, kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau bebas untuk tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah beragama atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu kemerdekaan beragama juga tidak diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing, dengan kata lain tidak diperbolehkan untuk menistakan agama dengan melakukan peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya.
Pasal 18 disebutkan bahwa orang berhak akan kebebasan, keyakinan, dan
agama termasuk pindah agama.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan  pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,  serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan  pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) disebutkan,
 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Ketentuan-ketentuan di atas, semakin menunjukkan bahwa di Indonesia telah dijamin adanya persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan menetapkan pilihan agama yang ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan kata lain, seluruh warga negara berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir negara akan mengurangi kemerdekaan itu. Hal ini dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa
 hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan  pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal berikut:
a.     Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh warga negara.
b.     Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.
c.      Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.
d.     Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta  perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing.

2. Membangun Kerukunan Umat Beragama
Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai agama yang beraneka ragam. Di sekolah kalian, mungkin saja warga sekolahnya (siswa dan guru) menganut agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. Atau mungkin saja, kalian mempunyai tetangga yang tidak seagama dengan kalian. Hal itu semua, di negara kita merupakan sesuatu yang wajar. Keberagaman agama yang dianut oleh bangsa Indonesia itu tidak boleh dijadikan hambatan untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut tentu saja akan terwujud apabila dibangun kerukunan umat beragama.

Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga baik yang seagama, berlainan agama maupun dengan pemerintah. Apa saja bentuk kerukunan beragama itu? Di negara kita di kenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas kerukunan internal umat seagama, kerukunan antar umat berbeda agama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Bagaimana perwujudan dari tiga konsep kerukunan itu? Untuk mengetahuinya, simaklah uraian berikut. Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Dengan kata lain dengan sesama umat seagama tidak diperkenankan Kemerdekaan beragama dan untuk saling bermusuhan, saling  kepercayaan tidak boleh dimaknai
menghina, saling menjatuhkan, sebagai kebebasan untuk tidak tetapi harus dikembangkan sikap beragama atau kebebasan untuk saliang menghargai, menghomati memaksaakan ajaran agama kepada dan toleransi apabila terdapat  perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut. Kemudian, kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang di dalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus mentaati hukum yang berlaku di negara Indonesia










Pengertian Merdeka
Merdeka adalah bebas dari segala belenggu (kekangan), aturan, dan kekuasaan dari pihak tertentu. Merdeka merupakan sebuah kebebasan bagi makhluk hidup untuk mendapatkan hak berbuat sekehendaknya. Misalnya seekor burung yang terlepas dari sangkar, maka burung tersebut merdeka, karena dia bisa pergi kemanapun dan berbuat sesukanya.
Dalam sebuah negara, merdeka berarti bebas dari belenggu, kekuasaan dan aturan penjajah. Merdeka seperti ini terbagi dua macam. Pertama adalah merdeka tanpa syarat dan kedua adalah merdeka bersyarat.

1. Merdeka Tanpa Syarat adalah merdeka secara mutlak (penuh) dan tidak dibatasi oleh syarat atau aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh negara bekas penjajahnya. Misalnya, Indonesia merdeka tanpa syarat dari Belanda (walaupun ada sedikit persyaratan seperti hak-hak kewarganegaraan bagi bekas-bekas stafnya dahulu, dan sejenisnya). Indonesia bebas menentukan, memutuskan, ataupun melakukan apa saja terhadap dirinya tanpa dibatasi oleh aturan yang dibuat oleh Belanda.
Merdeka tanpa syarat biasanya diperoleh dari perjuangan bangsa itu sendiri dan bukan pemberian dari penjajah maupun pemberian negara lain.

2. Merdeka Bersyarat
Merdeka bersyarat adalah merdeka namun masih dibatasi oleh syarat atau aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh negara bekas penjajahnya. Negara yang merdeka bersyarat bebas menentukan, memutuskan, ataupun melakukan apa saja asalkan tidak melanggar aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh negara bekas penjajahnya tersebut.
Merdeka bersyarat ini biasanya diberikan oleh penjajah setelah melalui perundingan-perundingan yang dilakukan sebelumnya. Negara yang memperoleh kemerdekaan bersyarat biasanya akan didikte dan selalu meminta ijin kepada negara bekas penjajahnya jika hendak memutuskan maupun melakukan apapun berdasarkan aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh negara bekas penjajahnya. Namun jika ada gangguan maupun permasalahan yang muncul di negara tersebut, biasanya negara bekas penjajahnya akan turun tangan untuk membantu.
 

makalah hukum pajak unisda



MAKALAH HUKUM PAJAK


 









DOSEN PENGAMPU:
Dr. Sayekti Suindyah D. SE, MM

                                             KELOMPOK 1:
1.    MUJAYANI
2.    YESI RAHMAWATI
3.    RISA OKTARINA
4.    NUR ALWIAH .A.
5.    HIMAWATUS SHOLIHAH
6.    KARTIKA PRATIWI
7.    SRI ARUM
8.    LUBI PRASTYO
9.    ELI MIFTAHUR ROHMAH

FAKULTAS EKONOMI/AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM
LAMONGAN
2014

Kata Pengantar

Puja dan puji syukur marilah kita haturkan kehadirat Illahi Robbi,karena atas nikmat dan ridho-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Pajakini dengan keadaan sehat walafiat tanpa kekurangan apapun.
Tujuan kami membuat makalah ini agar bisa lebih mengenal tentang hukum-hukun pajak.
          “Tidak ada manusia yang sempurna” mungkin itulah pepatah yang tepat untuk mengambarkan betapa banyaknya kekurangan dan kelemahan yang ada pada makalah ini.oleh karna itu kami selalu mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. harapan kami,semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi kita semua.




Lamongan, 26Oktober 2014


Penyusun









Daftar Isi
Kata pengantar                                                                                                                    2
Daftar isi                                                                                                                                3
BAB I
PENDAHULUAN
a.    Latar belakang                                                                                                         4
b.    Rumusan masalah                                                                                                  4
BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Pajak                                                                                         5
2.    Jenis-Jenis Pajak                                                                                         5
3.    Manfaat Pajak                                                                                               7
4.    Dasar Hukum                                                                                                7
5.    Ciri-Ciri Pajak                                                                                               8
6.    Syarat-Syarat Dalam Pemungutan Pajak                                                   8
7.    Sistem Pemungutan Pajak                                                                            9
BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulannya                                                                                                        10
2.    Saran                                                                                                             10
Daftar Pustaka                                                                                                       11




BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai amanat undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Pajak bagi kelangsungan pembangunan Negara sangatlah penting. Karena itu pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) masyarakat. Namun, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan  hal yang kompleks.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian pajak?
2.      Jenis-jenis pajak?
3.      Manfaat pajak?
4.      Dasar hukum pajak?
5.      Ciri-ciri pajak?
6.      Syarat-syarat pajak?
7.      Sistem perpajakan?











BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pajak
Hukum pajak atau juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara & orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).
·         Sedangkan definisi pajak sendiri tidak mempunyai batasan diantaranya adalah:
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani,”pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-paraturan dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk,dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negarauntuk menyelenggerakan pemerintahan”.
·         Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Tetapi pengertian tersebut dikoreksi lagi dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan , Eresco, 1974, halaman 8 “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
2.      Jenis-Jenis Pajak
A.    Jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung: 
1.      Pajak langsung adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain atau orang lain.
Contoh Pajak Langsung :
1.      Pajak Penghasilan (PPh)
2.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3.      Pajak Tidak Langsung

2.      Pajak tidak Langsung adalah pajak yang pembayarannya bisa dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh Pajak Tidak langsung:
1.      Pajak Penjualan atas Barang Mewah
2.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.      Bea Materai
4.      Cukai
5.      Bea Impor
6.      Ekspor

B.     Berdasarkan Lembaga Pemungutan
1.      Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang pemungutan didaerah dilakukan oleh kantor pelayanan pajak.
Pajak yang termasuk pajak Pusat;
1.      Pajak Penghasilan (PPh)
2.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
4.      Bea Materai
5.      Pajak Penjualan atas Barang Mewah
6.      Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
7.      Pajak Migas
8.      Pajak Ekspor
9.      Pajak Daerah
2.      Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutan dilakukan pemerintah daerah.
Contoh Pajak Daerah:
1.      Pajak Kendaraan Bermotor
2.      Pajak Reklame
3.      Pajak Tontonan
4.      Pajak Radio
5.      Pajak Hiburan
6.      Pajak Hotel
7.      Bea Balik nama

C.    Menurut Subjek Pajak
1.      Pajak Perseorangan, yaitu pajak yang harus diabayar oleh diri wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh)
2.      Pajak Badan, yaitu pajak yang harus dibayar oleh badan atau organisasi. Contohnya pajak atas laba perusahaan.
D.    Menurut Asalnya
1.      Pajak Dalam Negeri
Pajak yang dipungut terhadap wajib pajak (setiap warga Negara Indonesia) yang tinggal di Indonesia.
2.      Pajak Luar Negeri
Pajak yag dipungut terhadap orang – orang asing yang mempunyai penghasilan di Indonesia.
E.     Jenis pajak berdasarkan sifatnya:
1.      Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi     keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak     harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat     dengan kemampuan membayar wajib pajak.
    Contoh : PPh.
2.      Pajak Objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya     tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. 
    Contoh : PPN, PBB, PPn-BM.
3.      Manfaat Pajak
1.    manfaat pajak yang pertama adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor) 
2.    manfaat pajak yang kedua adalah membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian) 
3.    manfaat pajak yang ketiga adalah membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif (contohnya adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi) 
4.    manfaat pajak yang keempat adalah membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).
4.      Dasar Hukum
Ø  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Ø  Undang-undang No. 10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan berupa bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat berupa  tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.
Ø  Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Ø   Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
Ø  Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri
Ø  UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang
Ø  UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
Ø  UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
Ø  UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994
Ø  UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
Ø  UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007     
5.      Ciri-Ciri Pajak
1. Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku
2. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah
3. Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara langsung
4. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5. Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.
6.      Syarat-Syarat Dalam Pemungutan Pajak
a.       Syarat keadilan
Pemungutan pajak harus adil dan sesuai tujuan yaitu menciptakan keadilan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan pemungutan pajak. Hal yang wajib diperhatikan sehingga tercipta keadilan: mengatur hak dan kewajiban wajib pajak, diberlakukan bagi setiap WN yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak, serta sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
b.      Syarat yuridis
Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang. Disebutkan dalam UUD Tahun 1945 pasal 23A, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
c.       Syarat ekonomis
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan dan diatur agar tidak memberatkan wajib pajak golongan masyarakat kecil dan menengah sehingga tidak akan mengganggu kondisi perekonomian.
d.      Syarat finansial
Pemungutan pajak harus efisien. Sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah dilaksanakan.

7.      Sistem Pemungutan Pajak
1.    Official Assessment System ; sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah (petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah (i) pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak, (ii) wajib pajak bersifat pasif, dan (iii) hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
2.    Self Assessment System ; sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah (i) pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak, (ii) wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar, dan (iii) pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
3.    Withholding System ; sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.
Sistem pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pemungutan pajakmenganut sistem pemungutan pajak self assesment system dan witholding system.












BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulannya
pajak adalah iuran yang dipungut baik oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan palaksanaannya kepada wajib pajak yang diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik yang bersifat pembiayaan (publik Investment )maupun mengatur untuk mencapai kesejahteraan umum.

2.      Saran
1)      Pemungutan pajak harus dilaksanakan dengan adil dan dengan dasar hukum yang berlaku.
2)      Pengolahan pajak harus diawasi dengan teliti agar tidak ada penyalagunaan oleh orang-oarang tertentu atau kelompok tertentu.
3)      Penggunaan uang pajak harus dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemakmuran bangsa.











Daftar Pustaka